Kaluargaku dan Serba Serbi Babacakannya
Punya banyak anak bukan hal yang
aneh atau dianggap susah bagi orang tua tempo dulu. Seperti nenek dan kakek
saya yang merupakan orang tua generasi pemilik banyak anak. Jumlahnya kalau
dari orang tua bapak itu ada 9, sedangkan dari ibu ada 7. Berbeda dengan saat
ini, mayoritas setiap orang tua cukup hanya memiliki 1-4 anak. Walaupun masih
ada beberapa orang tua yang masih memegang teguh warisan untuk terus menambah
jumlah anak yang dimiliki. Sesungguhnya saya nggak akan melanjutkan pembahasan
ini, masih kecil.
Lebaran
datang, mudikpun menghadang, uang harus siap segudang. Hari itu masih terlihat
gelap, tak biasanya saya mandi sepagi ini bila tak karena hari raya idul fitri.
Tak ada baju lebaran yang seprti dulu ketika kecil wajib saya gunakan, hanya
rok dan kaos santai. Seisi rumah juga bersiap-siap, pemandangan yang suci.
Wajah-wajah terlihat cerah, gema takbir terus terdengar beriiringan dengan
seluruh masjid yang berada di seluruh kawasan Tebuireng. Saya, mona dan ibu
sudah siap untuk pergi ke masjid di pondok pesantren tebuireng. Ketiga wanita
ini dengan mukenah putihnyapun segera berangkat. Lokasinya tak jauh dari rumah
yang sekarang. Kamipun berjalan beriiringan, ditengah jalan saya memeluk ibu
seraya mengucapkan kata maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat oleh
anakmu ini.
Selepas
sholat ied, kami geng perantau dari banten segera bergegas menuju tempat asal. Kedua
orang tua naik pesawat, takut kecapean. Sedangkan saya dan para saudara yang
muda-muda naik mobil dan kereta. Alhamdulillah perjalan lancar, untuk para
pemudik, mudiklah dijalan yang benar. Ketika orang-orang mudik ke arah utara
atau selatan, sebaiknya Anda mudik ke arah barat demi menghindari kemacetan
hahahaa. Cukup dengan waktu 19 jam kami geng muda sampai di kampung bangko
cikeudal pandeglang banten.
Aktivitas
keluarga saya kalau lagi dibanten, pertama silaturahim, kedua ziarah kubur ke
makam keluarga, dan bonusnya adalah liburan + babacakan. Bab liburan ada
sendiri, sekarang nguliktentang babacakannya dulu. Babacakan (sunda), Bancaan (
jowo ) salah satu cara paling jitu untuk menyatukan segala macam golongan, ras
dan spesies. Eh spesiesnya harus sama sama manusia. Teringat setelah saya
mendarat di juanda, sontak dede bilang kalau saya kurusan. Hal itu sudah tidak
berlaku ketika saya sudah lulus dari babacakan yang diadakan hampir setiap hari
selama di banten.
Khasnya
dari menu yang dihidangkan bagi saya adalah sambal honjenya, aduuhayy wanginya
ituloh. Ditambah dengan ikan mas sawah sebutannya, dagingnya jauh lebih gurih
daripada ikan-ikan yang dibudidaya dengan cara lain. Sambal honjenya masih
terasa tekstur serabutnya, tapi lembut. Belum afdhol kalau makannya ga di daun
pisang, alamak ngenah pisan euyy!!! Kebetulan yang disengaja, jumlah
orang-orang dalam keluarga saya cukup besar. Dari keluarga bapak, jumlah
anaknya nenek ada 8 x cucunya = kurang lebih 50. Belum lagi keluarga ibu dan
keluarga dari keluarga lainnya. Belum lagi bakal keluarga kamu (eaakk!).
Jadi,
keluarga dan babacakan sungguh sebuah hubungan yang terikat satu sama lain.
Bila semakin banyak jumlah orang dalam keluarga maka pelafalan kata
babacakanpun akan terasa semakin nikmat. Namun bila jumlah orang dalam keluarga
sedikit, tak apa itu tetap namanya babacakan walaupun tak sekhusyuk babacakan
keluarga dengan jumlah orang yang banyak. Ingin memiliki banyak anak atau tidak
sakarep sampean, toh honje dan ikan mas pun masih terus berkembang biak
sebagaimana mestinya. Terpenting sedikit atau banyaknya jumlah anak, nomor satu
keluarga harus bahagia, tidak kekurangan nutrisi agama, pendidikan dan
perhatian.
0 komentar:
Posting Komentar