Minggu, 17 Juli 2016

Kaluargaku dan Serba Serbi Babacakannya



Punya banyak anak bukan hal yang aneh atau dianggap susah bagi orang tua tempo dulu. Seperti nenek dan kakek saya yang merupakan orang tua generasi pemilik banyak anak. Jumlahnya kalau dari orang tua bapak itu ada 9, sedangkan dari ibu ada 7. Berbeda dengan saat ini, mayoritas setiap orang tua cukup hanya memiliki 1-4 anak. Walaupun masih ada beberapa orang tua yang masih memegang teguh warisan untuk terus menambah jumlah anak yang dimiliki. Sesungguhnya saya nggak akan melanjutkan pembahasan ini, masih kecil. 


                Lebaran datang, mudikpun menghadang, uang harus siap segudang. Hari itu masih terlihat gelap, tak biasanya saya mandi sepagi ini bila tak karena hari raya idul fitri. Tak ada baju lebaran yang seprti dulu ketika kecil wajib saya gunakan, hanya rok dan kaos santai. Seisi rumah juga bersiap-siap, pemandangan yang suci. Wajah-wajah terlihat cerah, gema takbir terus terdengar beriiringan dengan seluruh masjid yang berada di seluruh kawasan Tebuireng. Saya, mona dan ibu sudah siap untuk pergi ke masjid di pondok pesantren tebuireng. Ketiga wanita ini dengan mukenah putihnyapun segera berangkat. Lokasinya tak jauh dari rumah yang sekarang. Kamipun berjalan beriiringan, ditengah jalan saya memeluk ibu seraya mengucapkan kata maaf atas segala kesalahan yang pernah diperbuat oleh anakmu ini.
                Selepas sholat ied, kami geng perantau dari banten segera bergegas menuju tempat asal. Kedua orang tua naik pesawat, takut kecapean. Sedangkan saya dan para saudara yang muda-muda naik mobil dan kereta. Alhamdulillah perjalan lancar, untuk para pemudik, mudiklah dijalan yang benar. Ketika orang-orang mudik ke arah utara atau selatan, sebaiknya Anda mudik ke arah barat demi menghindari kemacetan hahahaa. Cukup dengan waktu 19 jam kami geng muda sampai di kampung bangko cikeudal pandeglang banten.
                Aktivitas keluarga saya kalau lagi dibanten, pertama silaturahim, kedua ziarah kubur ke makam keluarga, dan bonusnya adalah liburan + babacakan. Bab liburan ada sendiri, sekarang nguliktentang babacakannya dulu. Babacakan (sunda), Bancaan ( jowo ) salah satu cara paling jitu untuk menyatukan segala macam golongan, ras dan spesies. Eh spesiesnya harus sama sama manusia. Teringat setelah saya mendarat di juanda, sontak dede bilang kalau saya kurusan. Hal itu sudah tidak berlaku ketika saya sudah lulus dari babacakan yang diadakan hampir setiap hari selama di banten. 


     Khasnya dari menu yang dihidangkan bagi saya adalah sambal honjenya, aduuhayy wanginya ituloh. Ditambah dengan ikan mas sawah sebutannya, dagingnya jauh lebih gurih daripada ikan-ikan yang dibudidaya dengan cara lain. Sambal honjenya masih terasa tekstur serabutnya, tapi lembut. Belum afdhol kalau makannya ga di daun pisang, alamak ngenah pisan euyy!!! Kebetulan yang disengaja, jumlah orang-orang dalam keluarga saya cukup besar. Dari keluarga bapak, jumlah anaknya nenek ada 8 x cucunya = kurang lebih 50. Belum lagi keluarga ibu dan keluarga dari keluarga lainnya. Belum lagi bakal keluarga kamu (eaakk!).

                Jadi, keluarga dan babacakan sungguh sebuah hubungan yang terikat satu sama lain. Bila semakin banyak jumlah orang dalam keluarga maka pelafalan kata babacakanpun akan terasa semakin nikmat. Namun bila jumlah orang dalam keluarga sedikit, tak apa itu tetap namanya babacakan walaupun tak sekhusyuk babacakan keluarga dengan jumlah orang yang banyak. Ingin memiliki banyak anak atau tidak sakarep sampean, toh honje dan ikan mas pun masih terus berkembang biak sebagaimana mestinya. Terpenting sedikit atau banyaknya jumlah anak, nomor satu keluarga harus bahagia, tidak kekurangan nutrisi agama, pendidikan dan perhatian. 


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Bingikisan Pengalaman